Era 2006
2006
adalah masa dimana gulat pro menggila di Indonesia. Kali ini hak siar WWE
dipegang oleh Lativi (sekarang TV One). Waktu itu saya duduk di kelas 1 SMA.
Suatu ketika teman saya bercerita bahwa Smackdown kembali disiarkan. Tayang
setiap pukul 22.00 WIB menjadikan saya sering terlewat mengikuti, karena satu
jam sebelumnya biasanya saya sudah tidur agar bisa bangun pagi.
Saya
kurang ingat hari apa saja WWE tayang di Lativi. Sepertiya waktu itu masih
tayang seminggu sekali. Kali pertama saya kembali nonton Smackdown adalah kamis
malam. Waktu itu saya masih tergabung dengan organisasi remaja masjid, dan
setiap kamis malam mengadakan pengajian sampai pukul sepuluh malam. Suatu
keuntungan bagi saya, karena saya tidak perlu menahan kekuatan mata lebih lama.
Sepulang pengajian dari masjid, langsung saya nyalain TV, pencet remot ke
channel Lativi. Saya masih sangat ingat apa yang saya lihat saat itu. Ada suka
dan ada duka. Suka karena yang saya saksikan kali itu adalah Rey Mysterio,
salah satu pegulat favorit saya entrance ke ring. Dan dukanya terpampang pada
t-shirt yang dikenakan Rey, “RIP Eddie Guerero 1967-2005.”
Promo WWE Smackdown di Lativi. Sumber: indowrestlingfan.blogspot.co.id |
Lativi juga kemudian juga menayangkan saudara tua Smackdown, RAW. Tak hanya itu, ECW ketika itu dibangkitkan kembali oleh WWE juga menjadi paket gulat pro yang ditayangkan Lativi. Promosi dan iklan yang dilakukan Lativi juga sangat gencar. Setiap kali pasti selalu ada iklan Smackdown, RAW dan ECW. Animo masyarakat terhadap acara WWE yang tingi menjadikan Lativi mengubah jam tayang acara WWE yang tadinya ditayangkan pukul 22.00 WIB, dimajukan menjadi 21.00 WIB, lalu dimajukan lagi menjadi pukul 20.00 WIB. Alhasil Lativi meraih rating nomor satu.
Secara
komposisi personel, nama-nama seperti The Undertaker, Trish Stratus, Lita,
Edge, Kurt Angle, Triple H, Jeff dan Matt Hardy masih diunggulkan. Sedangkan
para pegulat angkatan ruthless aggression era seperti John Cena, Randy Orton,
Batista, Rey Mysterio, dan Shelton Benjamin mulai menapaki kesuksesannya. Muncul
juga wajah-wajah baru seperti Carlito, The Spirit Squad, Paul London, Brian
Kendrick, Johnny Nitro, Joey Mercury, Chris Masters, dan banyak lagi menjadikan
WWE semakin kompetitif.
Di
tahun ini popularitas WWE jauh melebihi popularitas yang pernah saya alami di
tahun 2000. Saya masih ingat ketika itu kelas 2 SMA, pembicaraan mengenai WWE
selalu mampir terutama di jam kosong. Teman-teman saya juga tidak malu
menirukan gaya khas Shane McMahon, John Cena, atau RVD. Lucu saja rasanya
mengingat usia kami yang telah menginjak belasan tahun, bertingkah kembali
layaknya anak kecil. Tidak hanya para pria. Kaum hawa juga tidak segan-segan
ikut nimbrung soal WWE. John Cena adalah idola mereka. Bahkan ada teman saya
yang dengan bangga memasang pin bergambar Rey Mysterio di ranselnya.
Tingginya
rating sepertinya menjadikan Lativi gelap mata. Acara yang ditempat asalnya
ditayangkan mingguan, di Indonesia malah tayang secara non stop, mulai dari jam
20.00 hingga 05.00 subuh, setiap harinya. Saya pribadi sebagai penggemar WWE
sejak attitude era, menilai bahwa yang dilakukan Lativi ini adalah sebuah
kesalahan vatal. Okelah, saya mendapatkan hiburan yang saya gemari. Lebih dari
puas bahkan. Namun penayangan secara marathon malah membuat citra Lativi
menjadi negatif. Apalagi saat itu adalah bulan Ramadhan, yang mana stasiun TV
lain berlomba-lomba membuat program-program acara yang bernuansa Islami. Apakah
pihak Lativi sadar akan konsekuensinya? Apakah mereka tidak belajar dari masa
lalu? RCTI yang hanya menayangkan seminggu sekali pada pukul terbilang larut
bagi anak-anak saja masih mendapat keluhan, apa yang akan terjadi jika
ditayangan non stop setiap hari dalam jangka waktu yang sangat terjangkau?
Benar
saja. Korban mulai bermunculan. Suatu hari Metro TV menayangkan berita mengenai
seorang anak yang meninggal akibat di-Smack oleh temannya. Tidak sedikit juga
media yang memberitakan banyak anak mengalami patah tulang akibat meniru adegan
gulat. Korban kebanyakan adalah anak sekolah
usia SD hingga SMP. Keluhan orang tua mulai bermunculan, dan banyak aduan di
KPI tentang tayangan WWE. Pihak Lativi pun berupaya menangani keluhan ini
dengan memundurkan jam tayang utama WWE menjadi pukul 22.00 WIB dan kemudian
23.00 WIB. Namun hal ini sama sekali tidak menyelamatkan tayangan WWE di
Indonesia. Hingga akhirnya pada 29 November 2006 (ada yang menyebutkan Oktober
2006), Penggemar gulat pro sekali lagi harus berpisah dengan acara
kesayangannya. harus Lativi secara resmi menghentikan seluruh rangkaian
tayangan WWE.
Present day
Setelah bertahun-tahun vakum, WWE kembali menampakkan dirinya, tepatnya pada akhir 2011. Namun kali ini WWE hanya dapat dinikmati kalangan terbatas, karena hanya mereka yang memiliki TV berbayar yang dapat menyaksikan kembali aksi John Cena dkk. Bagi pelanggan Indovision, Okevision, dan MNC Play Media, Channel MNC Sports menyediakan paket lengkap WWE dari RAW, Smackdown, sampai PPV. Tidak hanya itu, Channel KIX juga ikut menayangkan sebuah promosi gulat yang sedang naik daun, Lucha Underground.
Berkembangnya
dunia tekhnologi informasi semakin memudahkan penggemar gulat di seluruh dunia untuk
medapatkan info-info terkini seputar dunia gulat pro. Banyak juga tersedia
website-website penyedia video-video pro wrestling. Lebih dari cukup untuk
menambah pengetahuan, memuaskan rasa penasaran, dan melengkapi
kepingan-kepingan cerita yang sempat hilang. Bahkan kini mereka dapat berinteraksi
dengan pegulat favoritnya melalui media sosial. Bahkan di tahun 2014, WWE
mendirikan WWE Network, sebuah jaringan streaming resmi WWE yang memudahkan
penggemar gulat untuk menyaksikan siaran WWE.
WWE
kini banyak dihuni oleh nama-nama tenar yang tidak asing di dunia gulat pro. Sebut
saja Sami Zayn, Finn Balor, Seth Rollins, Samoa Joe, AJ Styles, dan banyak
lagi. Belum lagi beberapa legenda yang tak segan-segan kembali ke ring WWE. Soal
talenta, tidak perlu diragukan lagi. Tekhnik-tekhnik gulat yang jauh lebih
berkembang, tingkat atletisisme yang luar biasa, serta jalan cerita yang kian
tak tertebak menjadikan tontonan WWE menjadi semakin menarik
Saya
sempat bertanya-tanya. Apakah hanya saya, orang dewasa yang masih menggemari
acara gulat? Jawabannya ternyata tidak. Secara iseng saya mengetik di google
“WWE Indonesia” dan hasil pencarian menunjukkan bahwa di Indonesia juga mulai
banyak yang membuat fanpage-fanpage WWE baik itu Facebook, Twitter, Instagram,
dan Blog. Saya tidak sendirian. Walaupun itu hanya bertemu sesama penggemar WWE
melalui dunia maya.
Penutup
Mungkin
stigma masyarakat Indoneisa terhadap acara banting-bantingan ini terlanjur negatif.
Gulat pro agaknya masih dan tetap menjadi hal tabu bagi masyarakat kita. Yang bilang
kekerasan lah, kurang mendidik lah, pornografi lah. Lantas bagaimana dengan
sinetron? Film-film layar lebar juga masih banyak yang mengandung unsur-unsur
demikian. Ketika nonton WWE, banyak anak kecil yang menonton langsung di arena.
Pastinya mereka ditemani orang tuanya. Hal yang aneh bagi saya, dan membuat
saya kembali bertanya. Apakah di rumah mereka juga bergulat dengan
teman-temannya?
Bagi
WWE, anak-anak merupakan kalangan yang malah dirangkul. Bahkan WWE memiliki aksi-aksi
sosial yang ditujukan kepada anak-anak, seperti Be a Star, atau Make a Wish. Tak
jarang juga para pegulat ini mengunjungi rumah sakit untuk menjenguk dan
memberikan support kepada anak-anak yang sedang dirawat. Tak heran anak-anak
khususnya di Amerika malah menjadikan para WWE superstar menjadi sosok idola
yang menginspirasi bagi mereka.
Walaupun
sekarang WWE dapat dinikmati lagi secara terbatas, namun sampai saat ini belum
ada lagi kasus-kasus peniruan gerakan gulat yang berujung maut. Ini juga
menjadi tugas kita para dewasa untuk mengawasi dan meberi pengertian kepada
mereka. Senoga saja hal-hal buruk itu tidak kembali terulang, sehingga kita
dapat menikmati acara ini lebih lama lagi.
Akhirnya,
bagi yang sudah membaca, dan memiliki data yang lebih lengkap dan ingin mengoreksi
artikel ini, kiranya dapat meninggalkan komentar. Sehingga dapat membuat
artikel yang saya tulis ini menjadi lebih valid, runtut, dan berisi.
Sumber Referensi
Irawanto,
Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer: Hegemini Militer dalam Sinema
Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sardar,
Ziauddin, dan Borin Van Loon. 2008. Membongkar
Kuasa Media. Yogyakarta: Resist book.
Irawanto,
Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer:
Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
lanjut kan gan.. postingan.. gulat pro sangat jarang beritanya di Indonesia
BalasHapusMakasih udah baca. Oke bro, ntar aku bikin lagi. Cari ide dulu..
Hapus